Tips Hamil | Cara Cepat Hamil

Kamis, 28 Februari 2013

Banyak Jalan Menuju Bandung

Kota Bandung mungkin sudah menjadi salah satu tujuan favorit wisata terutama bagi kalangan warga Jakarta dan sekitarnya, hal ini disebabkan oleh lokasinya yang tidak begitu jauh dari Jakarta yaitu kurang lebih 150 km yang dapat ditempuh 2 jam perjalanan melalui tol.

Kota Bandung yang menawarkan variasi wisata alam, kuliner dan belanja telah menjadikannya magnet bagi para pelancong untuk datang ke sana. Nah, bagaimana sih caranya dari Jakarta ke Bandung, naik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum? Di sini saya akan membagi tips-tipsnya.

Menggunakan Kendaraan Pribadi

Menggunakan Mobil

Bagi Anda yang hendak menuju Bandung dengan menggunakan mobil, ada beberapa jalur yang bisa Anda lewati. Jalur-jalur tersebut adalah:

Jalur 1: Tol Cikampek > Tol Cipularang > Tol Padaleunyi > Bandung
Jalur ini merupakan jalur yang umum dilalui untuk ke Bandung dan merupakan jalur dengan waktu tempuh tercepat. Dari Jakarta Anda menuju simpang susun Cawang, untuk kemudian lurus masuk Tol Jakarta-CIkampek, melewati gerbang tol Cikarang Utama hingga daerah Karawang Timur, belok kiri di KM 67 untuk membawa Anda melewati simpang susun Dawuan yang menghubungkan Anda dengan tol Purbaleunyi, untuk kemudian mencapai Bandung via Exit Cimahi/Pasteur (KM 127) Pasirkoja (KM 132), Kopo (KM 135), Mohammad Toha (KM 137), dan Buah Batu (KM 140).

Jalur 2: Tol Jagorawi > Puncak > Cianjur > TOl Padaleunyi > Bandung
Jalur ini merupakan jalur favorit sebelum Tol Cipularang diresmikan. Melalui jalur ini, Anda akan menuju Bandung melalui kawasan wisata Puncak.

Dari simpang susun Cawang, Anda belok menuju arah Tol Jagorawi. Setelah membayar tol di gerbang Ciawi, ambil jalur kiri masuk Simpang Gadog dan Cisarua terus ikuti jalanan yang menanjak hingga Puncak dan Cipanas dan turun hingga Kota Cianjur, lanjutkan hingga Padalarang dan masuk tol Padaleunyi Bandung.

Jalur 3: Tol Jagorawi > Cibubur > Jonggol > Ciranjang > TOl Padaleunyi > Bandung
Jalur ini dulu adalah jalur alternatif apabila Jalur Bandung via Puncak mengalami kemacetan parah. Melalui jalur ini, Anda akan melewati perumahan yang ramai di Cibubur dan Cileungsi.
Dari simpang susun Cawang, Anda belok menuju arah TOl Jagorawi, exit tol di Cibubur, lurus hingga hingga Cileungsi, naik flyover Cileungsi lurus terus ke Jonggol dan Ciranjang, di Ciranjang belok kiri menuju Padalarang dan masuk tol Padaleunyi Bandung.

Menggunakan Sepeda Motor
Dengan menggunakan sepeda motor, ada tiga rute yang kami sarankan sebagai berikut:

Rute 1 via Cikampek
Jakarta > Pulogadung/Kalimalang > Bekasi Barat > Bekasi Timur > Bulak Kapal > Tambun > Cibitung > Cikarang > Lemahabang > Kedunggedeh > Karawang > Klari > Kosambi > Cikampek > Cikopo > Sadang > Purwakarta > Sukatani > Darangdan > Cikalongwetan > Padalarang > Cimahi > Bandung.

Rute 2 via Puncak
Jakarta > Raya Bogor > Cibinong > Kedung Halang > Bogor > Tajur > Cisarua > Puncak > CIpanas > Cugenang > Cianjur > Ciranjang > Padalarang > Rajamandala > Padalarang > Cimahi > Bandung.

Rute 3 via Jonggol
Jakarta > Pasar Rebo > Cisalak > Cibubur > Cileungsi > Jonggol > Cikalong Kulon > Ciranjang > Padalarang > Rajamandala > Padalarang > Cimahi > Bandung.

Menggunakan angkutan umum

Via Kereta Api
Kereta api bisa Anda gunakan jika Anda hendak menuju Bandung, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam, kereta akan membawa Anda sampai ke Stasiun Bandung.

KA Argo Parahyangan: Gambir-Bandung
Naik dari Stasiun Gambir dan Jatinegara, turun di Stasiun Bandung (St. Hall).

Kelas Eksekutif: Rp70.000-80.000;
Bisnis: Rp35.000-40.000

KA Serayu (Cipuja): Jakarta Kota - Bandung Kiaracondong - Kroya
Naik dari stasiun Jakarta Kota, Pasar Senen dan Jatinegara, turun di stasiun Kiaracondong Bandung.

Kelas Ekonomi: Rp20.000an

Via Bus

Bus AKAP tujuan Bandung tersedia di hampir seluruh terminal bis di Jakarta sebagai berikut:

Kampung Rambutan - Bandung (24 jam)
Eksekutif AC: Rp45.000
Patas AC: Rp40.000
Ekonomi: Rp26.000
Ekonomi: RP20.000
Operator: Agung Makmur, Bintang Permatasari, Gagak Rimang, Gardena, Harum, Jayalangit, Kramat Djati, Mios, Purba Jaya, Purba Mulya, Sinar Pasundan

Kalideres - Bandung (05.00-21.00)
Eksekutif AC: Rp50.000. Operator: Arimbi, Primajasa.

Lebak Bulus - Bandung (05.00-21.00)
Eksekutif AC: Rp50.000.
Patas AC: Rp45.000.
Operator: Primajasa, Suryalangit.

Tanjung Priok - Bandung (05.00-21.00)
Patas AC: Rp45.000. Operator: Primajasa.

Pool Primajasa Cililitan Jln. Mayjen Sutoyo - Bandung
Eksekutif AC: Rp50.000.
Patas AC: Rp45.000.
Operator: Primajasa.

Via Travel
Sekarang ini banyak travel yang menawarkan menuju Bandung dari beragam pool yang ada di Jakarta, yang saya kelompokkan menjadi beberapa kategori:
  • Kategori to Door (>Rp75.000an): 4848, Cipaganti.
  • Kategori Rp75.000an: Cipaganti, Cititrans, DayTrans, Transline, Xtrans.
  • Kategori Rp60.000an: Buah Batu.
  • Kategori Rp60.000an: Baraya, Priangan Travel, Star Shuttle.

Sumber: http://transportinfo.web.id/2012/07/30/berbagai-cara-dari-jakarta-ke-bandung/






Selasa, 26 Februari 2013

Rahasia, Ritual, dan Sumpah di Balik Konklaf

Vatican City (AP) – Pemilihan paus adalah ritual yang kaya akan tradisi dan simbolisme Gereja Katolik. Di sini ada sumpah rahasia, nyanyian Gregorian yang menghipnotis, dan kardinal yang mengenakan pakaian merah memenuhi Kapel Sistine. Sementara itu, semua masyarakat di luar Basilika Santo Petrus menunggu asap putih atau hitam untuk mengetahui apakah mereka seorang paus baru telah terpilih.

Sebagian besar ritual saat ini merupakan karya Uskup Agung Piero Marini.

Sebagai pemimpin perayaan liturgi Vatikan selama dua dekade di bawah Paus Yohanes Paulus II, Marini menyiapkan upacara pemakaman untuk sang mendiang paus dan pemilhan (konklaf) yang memilih Paus Benediktus XVI. Dia selalu berada di samping Kardinal Joseph Ratzinger setelah pemilihan, ketika paus baru mengucapkan kata "saya menerima" — secara resmi memulai jabatan kepausannya pada 19 April 2005.

"Saya masih ingat dengan perasaan emosional, keheningan yang ada — partisipasi para kardinal," kenang Marini dalam sebuah wawancara di kantornya di Vatikan. "Itu adalah peristiwa yang telah dipersiapkan dengan hati-hati."

Konklaf bulan depan akan memilih pemimpin ke-266 bagi miliaran umat Katolik di dunia. Yang berbeda kali ini adalah, paus terakhir masih hidup.

Pengunduran diri Benediktus, paus pertama yang mengundurkan diri dalam 600 tahun terakhir, telah menyebabkan kekacauan di Vatikan. Tidak ada yang tahu pasti sebutan untuknya setelah dia mundur, atau apa yang akan dia kenakan setelah 28 Februari. Tapi satu hal yang jelas, aturan dan ritual untuk memilih penggantinya akan mengikuti "kitab" Marini tentang bagaimana menjalankan konklaf.

Kitab itu adalah sebuah buku tebal padat dengan dekrit yang penuh catatan kaki, dasar perencanaan, petunjuk dan foto. Buku itu akan menjadi pedoman ketika 117 kardinal berkumpul di Kapel Sistine untuk memilih pengganti Benediktus.

Vatikan mengatakan pada Sabtu bahwa Takhta Suci dalam beberapa hari atau beberapa pekan mendatang akan menyiarkan informasi terbaru ke konstitusi apostolik utama yang memandu pergantian kepausan dengan beberapa upacara yang telah diubah, mungkin memperhitungkan pengaruh tradisi upacara liturgi utama Benediktus yang menggantikan Marini pada 2007. Namun prinsipnya kemungkinan akan tetap sama.

Konklaf dimulai dengan kardinal dalam jubah merah masuk ke Kapel Sistine, menyanyikan Litani Para Kudus tanpa diiringi musik, diikuti dengan lagu sakral lain, Veni, Creator Spiritus, memohon campur tangan para orang-orang kudus dan Roh Kudus saat mereka mengambil tempat di hadapan lukisan "Penghakiman Terakhir" karya Michelangelo.

Para kardinal meletakkan tangan mereka di atas Injil dan berjanji untuk mematuhi kerahasiaan mutlak, baik selama dan sesudah konklaf, dan "tidak akan pernah memberi dukungan atau bantuan untuk campur tangan, oposisi atau bentuk intervensi lainnya... dalam pemilihan Paus Roma."

Meski Vatikan dikenal atas obsesinya terhadap kerahasiaan, sebenarnya ada alasan sejarah yang bagus mengapa proses konklaf tetap dirahasiakan dan mengapa kardinal berjanji untuk memberikan suara secara independen, kata Monsignor Robert Wister, profesor sejarah gereja di Seton Hall University di New Jersey.

Wister mengatakan, sampai pada awal abad ke-20, pemilihan kepausan dapat diveto raja-raja Prancis, Spanyol atau Kaisar Romawi Suci. Para penguasa jarang terlibat tetapi sempat ikut campur dalam konklaf 1903 untuk menggantikan Paus Leo XII. Orang nomor 2 di Vatikan setelah Leo, menteri luar negeri Vatikan, sedang memimpin ketika pemilihannya diblokir Kaisar Austria Francis Joseph.

Pada akhirnya, pemenangnya Giuseppe Sarto Melchiorre, mengambil nama Pius X — dan segera menghapuskan hak veto. Namun, kenangan akan campur tangan luar terus memberatkan College of Cardinals, mengakibatkan mereka diasingkan sampai mereka mendapatkan seorang paus.

Sekarang mereka memiliki hotel Vatikan untuk tinggal saat sedang tidak memilih, namun dilarang melakukan kontak dengan dunia luar: tidak ada telepon, tidak ada surat kabar, tidak boleh menulis twit.

"Ada ketakutan itu," kata Wister. "Melihat berabad-abad sebelumnya, raja jelas campur tangan, kadang-kadang dengan tentaranya."

Kerahasiaan dengan ancaman hukuman pengucilan (ekskomunikasi) juga memastikan bahwa pemenang tidak tahu siapa di antara para kardinal itu yang tidak memilihnya — sebuah elemen penting untuk menjaga persatuan kepemimpinan gereja.

"Ini bukan Renaissance saat dia mungkin akan diracuni, namun masalah menghormati manusia," kata Wister.

Setelah sumpah akhir diambil, pembawa acara perayaan liturgi memberi perintah "omnes ekstra" (semua orang keluar) dan mereka yang tidak turut serta dalam konklaf meninggalkan ruangan kapel.

Seorang kardinal tua, di atas usia 80 dan sehingga tidak memenuhi syarat untuk berpartisipasi, tetap tinggal dan membaca meditasi tentang kualitas seorang paus yang harus dimiliki dan tantangan yang dihadapi gereja. Setelah itu, dia dan pemimpin upacara meninggalkan kardinal dan pemungutan suara pun dimulai.

Pada hari pertama, hanya satu putaran pemungutan suara diambil, setelah itu kardinal memberikan dua suara pada pagi hari, dua suara pada siang hari sampai mereka memiliki seorang pemenang. Diperlukan mayoritas dua pertiga suara.

Setiap kardinal menulis pilihannya pada kertas bertuliskan kata-kata "Eligo di summen pontificem," atau "Saya memilih sebagai Uskup Tertinggi." Mereka mendekati altar satu per satu dan berkata: "Saya bersumpah disaksikan oleh saksi, Kristus Tuhan yang akan menjadi hakim saya, bahwa suara saya diberikan kepada orang, yang di hadapan Tuhan, saya pikir dia seharusnya terpilih."

Surat suara dilipat dan ditempatkan pada piring bulat dan dipindahkan ke sebuah guci oval. Setelah suara dihitung dan hasil diumumkan, kertas itu diikat bersama-sama dengan jarum dan benang, setiap surat suara dicoblos menembus kata "Eligo." Lalu mereka dibakar dengan bahan kimia untuk mengirimkan asap hitam (yang berarti tidak) atau putih (yang berarti ya) membubung keluar dari cerobong asap Kapel Sistine.

Pada 19 April 2005, Ratzinger menerima tanggung jawab itu. Dia lalu dibawa ke ruang samping untuk berganti jubah putih kepausan. Sebelumnya dia datang mengenakan jubah merah, yang di dalamnya adalah pakaian hitam kardinal yang sederhana.

"Tentu saja Paus tidak bisa sepenuhnya berganti pakaian pada saat itu, sehingga dia pergi keluar dengan pakaian berlengan hitam itu — kita bisa melihat baju hangatnya!" kenang Marini. "Tapi bahkan itu adalah sikap manusia bagaimana dia berpakaian sebagai kardinal."

Marini mendampingi Ratzinger keluar dari ruangan basilika dan menghadap ke Alun-Alun Santo Petrus, tempat kardinal mengumumkan "Habemus Papam" (Kita mendapatkan seorang paus) kepada ribuan orang di bawah. Kardinal mengumumkan nama Ratzinger dalam bahasa Latin, dan kemudian Benediktus mengucapkan kata-kata pertama di hadapan publik sebagai paus, mengatakan dia hanyalah "pekerja sederhana dan rendah hati di ladang anggur Tuhan."

Marini mencatat bahwa pertemuan pertama paus baru dengan umatnya menelusuri sejarah dengan tradisi kuno bahwa uskup Roma dipilih rakyat.

"Penampilan paus di balkon, tepuk tangan dan sorak-sorai sukacita yang meletus ketika dia keluar," katanya, "dalam beberapa hal, merepresentasikan orang Roma yang menerima paus mereka."

Itu adalah salah satu simbol kuat dari tradisi konklaf.

"Sebuah agama bergantung pada kebiasaan dan praktik," kata Monsignor Kevin Irwin, mantan dekan teologi di Catholic University of America dan profesor liturgi. "Ini berbeda dengan memasang poster dan melakukan jajak pendapat tentang siapa yang menang. Ini adalah perbuatan Tuhan."

Sumber: http://id.berita.yahoo.com/rahasia-ritual-dan-sumpah-di-balik-konklaf-115332974.html

Mitos asal muasal larangan menikah Sunda-Jawa

Pernahkah anda mendengar bahwa orang Sunda dilarang menikah dengan orang Jawa atau sebaliknya? Ternyata hal itu hingga ini masih dipercaya oleh sebagian masyarakat kita. Lalu apa sebabnya?

Mitos tersebut hingga kini masih dipegang teguh beberapa gelintir orang. Tidak bahagia, melarat, tidak langgeng dan hal yang tidak baik bakal menimpa orang yang melanggar mitos tersebut.

Lalu mengapa orang Sunda dan Jawa dilarang menikah dan membina rumah tangga. Tidak ada literatur yang menuliskan tentang asal muasal mitos larang perkawinan itu. Namun mitos itu diduga akibat dari tragedi perang Bubat.

Peristiwa Perang Bubat diawali dari niat Prabu Hayam Wuruk yang ingin memperistri putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Konon ketertarikan Hayam Wuruk terhadap putri tersebut karena beredarnya lukisan sang putri di Majapahit, yang dilukis secara diam-diam oleh seorang seniman pada masa itu, bernama Sungging Prabangkara.

Hayam Wuruk memang berniat memperistri Dyah Pitaloka dengan didorong alasan politik, yaitu untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. Atas restu dari keluarga kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Upacara pernikahan rencananya akan dilangsungkan di Majapahit.

Maharaja Linggabuana lalu berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat. Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka dengan diiringi sedikit prajurit.

Menurut Kidung Sundayana, timbul niat Mahapatih Gajah Mada untuk menguasai Kerajaan Sunda. Gajah Mada ingin memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya pada masa sebelum Hayam Wuruk naik tahta, sebab dari berbagai kerajaan di Nusantara yang sudah ditaklukkan Majapahit, hanya kerajaan Sunda lah yang belum dikuasai.

Dengan maksud tersebut, Gajah Mada membuat alasan oleh untuk menganggap bahwa kedatangan rombongan Sunda di Pesanggrahan Bubat adalah bentuk penyerahan diri Kerajaan Sunda kepada Majapahit. Gajah Mada mendesak Hayam Wuruk untuk menerima Dyah Pitaloka bukan sebagai pengantin, tetapi sebagai tanda takluk Negeri Sunda dan pengakuan superioritas Majapahit atas Sunda di Nusantara. Hayam Wuruk sendiri disebutkan bimbang atas permasalahan tersebut, mengingat Gajah Mada adalah Mahapatih yang diandalkan Majapahit pada saat itu.

Versi lain menyebut bahwa Raja Hayam Wuruk ternyata sejak kecil sudah dijodohkan dengan adik sepupunya Putri Sekartaji atau Hindu Dewi. Sehingga Hayam Wuruk harus menikahi Hindu Dewi sedangkan Dyah Pitaloka hanya dianggap tanda takluk.

"Soal pernikahan itu, teori saya tentang Gajah Mada, Gajah Mada tidak bersalah. Gajah Mada hanya melaksanakan titah sang raja. Gajah Mada hendak menjodohkan Hayam Wuruk dengan Diah Pitaloka. Gajah mada Ingin sekali untuk menyatukan antara Raja Sunda dan Raja Jawa lalu bergabung. Indah sekali," tegas sejarawan sekaligus arkeolog Universitas Indonesia (UI) Agus Aris Munandar.

Hal ini dia sampaikan dalam seminar Borobudur Writers & Cultural Festival 2012 bertemakan; 'Kontroversi Gajah Mada Dalam Perspektif Fiksi dan Sejarah' di Manohara Hotel, Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jateng, Selasa (30/10).

Pihak Pajajaran tidak terima bila kedatangannya ke Majapahit hanya menyerahkan Dyah Pitaloka sebagai taklukan. Kemudian terjadi insiden perselisihan antara utusan Linggabuana dengan Gajah Mada.

Perselisihan ini diakhiri dengan dimaki-makinya Gajah Mada oleh utusan Negeri Sunda yang terkejut bahwa kedatangan mereka hanya untuk memberikan tanda takluk dan mengakui superioritas Majapahit, bukan karena undangan sebelumnya. Namun Gajah Mada tetap dalam posisi semula.

Belum lagi Hayam Wuruk memberikan putusannya, Gajah Mada sudah mengerahkan pasukan Bhayangkara ke Pesanggrahan Bubat dan mengancam Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit. Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Linggabuana menolak tekanan itu.

Terjadilah peperangan yang tidak seimbang antara Gajah Mada dengan pasukannya yang berjumlah besar, melawan Linggabuana dengan pasukan pengawal kerajaan (Balamati) yang berjumlah kecil serta para pejabat dan menteri kerajaan yang ikut dalam kunjungan itu. Peristiwa itu berakhir dengan gugurnya Raja Linggabuana, para menteri, pejabat kerajaan beserta segenap keluarga kerajaan Sunda di Pesanggrahan Bubat.

Tradisi menyebutkan sang Putri Dyah Pitaloka dengan hati berduka melakukan bela pati atau bunuh diri untuk membela kehormatan bangsa dan negaranya. Menurut tata perilaku dan nilai-nilai kasta ksatria, tindakan bunuh diri ritual dilakukan oleh para perempuan kasta tersebut jika kaum laki-lakinya telah gugur. Perbuatan itu diharapkan dapat membela harga diri sekaligus untuk melindungi kesucian mereka, yaitu menghadapi kemungkinan dipermalukan karena pemerkosaan, penganiayaan, atau diperbudak.

Hayam Wuruk pun kemudian meratapi kematian Dyah Pitaloka. Akibat peristiwa Bubat ini, bahwa hubungan Hayam Wuruk dengan Gajah Mada menjadi renggang. Gajah Mada sendiri menghadapi tentangan, kecurigaan, dan kecaman dari pihak pejabat dan bangsawan Majapahit, karena tindakannya dianggap ceroboh dan gegabah. Mahapatih Gajah Mada dianggap terlalu berani dan lancang dengan tidak mengindahkan keinginan dan perasaan sang Mahkota, Raja Hayam Wuruk sendiri.

Tragedi perang Bubat juga merusak hubungan kenegaraan antar Majapahit dan Pajajaran atau Sunda dan terus berlangsung hingga bertahun-tahun kemudian. Hubungan Sunda-Majapahit tidak pernah pulih seperti sedia kala.

Pangeran Niskalawastu Kancana, adik Putri Dyah Pitaloka yang tetap tinggal di istana Kawali dan tidak ikut ke Majapahit mengiringi keluarganya karena saat itu masih terlalu kecil dan menjadi satu-satunya keturunan Raja yang masih hidup dan kemudian akan naik takhta menjadi Prabu Niskalawastu Kancana.

Kebijakan Prabu Niskalawastu Kancana antara lain memutuskan hubungan diplomatik dengan Majapahit dan menerapkan isolasi terbatas dalam hubungan kenegaraan antar kedua kerajaan. Akibat peristiwa ini pula, di kalangan kerabat Negeri Sunda diberlakukan peraturan larangan estri ti luaran (beristri dari luar), yang isinya diantaranya tidak boleh menikah dari luar lingkungan kerabat Sunda, atau sebagian lagi mengatakan tidak boleh menikah dengan pihak Majapahit. Peraturan ini kemudian ditafsirkan lebih luas sebagai larangan bagi orang Sunda untuk menikahi orang Jawa.

Tindakan keberanian dan keperwiraan Raja Sunda dan putri Dyah Pitaloka untuk melakukan tindakan bela pati (berani mati) dihormati dan dimuliakan oleh rakyat Sunda dan dianggap sebagai teladan. Raja Lingga Buana dijuluki 'Prabu Wangi' (bahasa Sunda: raja yang harum namanya) karena kepahlawanannya membela harga diri negaranya. Keturunannya, raja-raja Sunda kemudian dijuluki Siliwangi yang berasal dari kata Silih Wangi yang berarti pengganti, pewaris atau penerus Prabu Wangi.

Beberapa reaksi tersebut mencerminkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat Sunda kepada Majapahit, sebuah sentimen yang kemudian berkembang menjadi semacam rasa persaingan dan permusuhan antara suku Sunda dan Jawa yang dalam beberapa hal masih tersisa hingga kini. Antara lain, tidak seperti kota-kota lain di Indonesia, di kota Bandung, ibu kota Jawa Barat sekaligus pusat budaya Sunda, tidak ditemukan jalan bernama 'Gajah Mada' atau 'Majapahit'. Meskipun Gajah Mada dianggap sebagai tokoh pahlawan nasional Indonesia, kebanyakan rakyat Sunda menganggapnya tidak pantas akibat tindakannya yang dianggap tidak terpuji dalam tragedi ini.

Sumber:http://id.berita.yahoo.com/mitos-asal-muasal-larangan-menikah-sunda-jawa-050028273.html

KUDETA di CHILI

KUDETA di CHILI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Sejarah kawasan tidak terlepas dari apa yang namanya tokoh sejarah, karena dengan adanya aktor tersebut bisa menjadi berwarna disetiap sejarah negaranya masing-masing. Augusto Pinochet merupakan contoh aktor yang terdapat dalam sejarah negara Chili yang mempunyai keunikan tertentu, maka dari keunikan tersebut kami berusaha mencari dan menemukannya yang kemudian akan kami sajikan dalam bentuk makalah ini. Sejarah telah mencatat terdapat kemiripan antara Augusto Phinochet dan Soeharto dalam memimpin negara. Hal inilah yang kemudian menjadi masalah yang sangat menarik kami untuk membahasnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dalam pembatasan penyusunan makalah ini kami lebih memfokuskan pembahasan mengenai hubungan sosial, dengan merumuskannya ke dalam beberapa point permasalahan diantaranya:
a) Bagaimana Sepak terjang diktator yang pernah berkuasa yang menjadi bagian dari masa lalu?
b) Mengapa orang berambisi menjadi penguasa?
c) Apa saja cara, strategi, taktik, kebijakan politik bahkan kejahatan yang dilakukan untuk mencapai kekuasaan begitu besar?
d) Bagaimana mungkin orang yang sangat lembut mempesona, tiba-tiba menyeringai dan buas laksana srigala, menjadi diktator yang tega membantai sesama?
1.3 TUJUAN PENULISAN
a) Mengetahui karakteristik seorang diktator
b) Mengetahui kebijakan politik bahkan kejahatan yang dilakukan untuk mencapai kekuasaan begitu besar
c) Untuk melengkapi nilai mata kuliah sejarah lokal
1.4 METODE PENULISAN MAKALAH
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan metode deskriptif, dengan mengumpulkan sumber-sumber sejarah baik itu dalam studi pustaka maupun dalam bentuk pengutipan dalam artikel yang kami anggap relevan dengan apa yang kami bahas. Sebagaimana diungkapkan oleh Syamsudin bahwa “Ruang cakup penelitian. Ruang lingkup topic yang dipilih harus sesuai dengan medium yang akan dipresentasikan, apakah itu makalah kelas, laporan seminar, artikel, tesis, disertasi atau buku”. Syamsudin (2007: 91).
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
1.4. Metode Penulisan Makalah
1.5. Sistematika Penulisan Makalah
BAB 2 Kudeta Augusto Pinochet Terhadap Salvador Allende di Chili
2.1. Biografi
2.2. Latar Belakang Terjadinya Kudeta
2.3. Kudeta Augusto Pinochet 1973 atas Allende
2.4. Dampak dari Kudeta
2.5. Perbandingan antara Chili pada masa Agusto Pinochet dengan Indonesia pada Masa Soeharto
BAB 3 PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB 2
Kudeta Augusto Pinochet Terhadap Salvador Allende di Chili
2.1. Biografi
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f2/Augusto_Pinochet.jpg/180px-Augusto_Pinochet.jpg
Augusto Pinochet
(http://id.wikipedia.org/wiki/Augusto_Pinochet)
Augusto José Ramón Pinochet Ugarte (Valparaíso, 25 November 1915–Providencia, 10 Desember 2006) adalah seorang jenderal dan diktator Chili. Ia adalah kepala junta militer yang berkuasa di Chili pada periode 1973 - 1990. Ia meraih kekuasaan dengan cara kudeta sesaat setelah pemilu demokratis yang memilih Presiden Salvador Allende yang sosialis. Ia tampil sebagai presiden Republik pada 1974 - 1990 (dari 1981 hingga terbentuknya sebuah Konstitusi 1980) yang baru. Sekitar 3.000 orang Chili terbunuh selama masa pemerintahannya. Pinochet memperkenalkan banyak kebijakan pasar bebas neoliberal.
Melalui Operasi Jakarta, presiden AS, Richard Nixon menggunakan CIA untuk membantu junta militer Chili dalam mengkudeta Presiden Salvador Allende dan menaikan Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Chile, Augusto Pinochet Agurte. Sejak 1974-1990, tidak kurang dari 2025 kasus pelanggaran HAM dilakukan oleh rezim Pinochet melalui dinas rahasianya DINA (semacam Kopkamtib-nya Chile) telah terjadi. 1068 berupa kasus pembunuhan dan 957 kasus orang hilang.
Kudeta yang dilakukan Pinochet terhadap Allende, bila dicermati amat mirip dengan yang diduga dilakukan Soeharto terhadap Soekarno yaitu setidaknya antara lain pada:
· Beredarnya dokumen yang meresahkan tentang perencanaan pembunuhan beberapa jenderal dan komandan-komandan militer. Hal itu selain terjadi di Chile (dokumen rencana ‘Z’) juga Indonesia (Beredarnya daftar pejabat AD yang akan dibunuh dikalangan tokoh-tokoh buruh, politisi dan elit militer Chili).
· Disebarnya isu yang menimbulkan keresahan dan ketidakstabilan poltitik dalam negeri. Di Chile masyarakat terutama serikat buruh militan dan jenderal-jenderal konservatif mendapat kiriman kartu-kartu kecil di mana tercetak kata-kata "Jakarta Se Acerca" (Jakarta Sudah Mendekat).
· Diduga sangat kuat kedua kudeta tersebut sama-sama di dukung CIA.
Pada 1990 ia kehilangan kekuasaan, namun ia menjadikan dirinya senator seumur hidup, untuk mencegah agar ia tak ditangkap. Ia dipaksa meninggalkan kedudukan senator pada 2002, namun sekali lagi ia tak ditangkap, saat itu dikatakan ia menderita dementia. Pada Mei 2004 hakim berkata itu tidak benar. Pada 13 Desember ia ditempatkan dalam tahanan rumah. Ia meninggal dunia pada 10 Desember 2006 seminggu setelah terkena serangan jantung. Alejandro membuat periode mengenai Augusto Pinochet, kebijakan politik dan kejahatannya dari diantaranya sebagai berikut:
1915 : Lahir pada tanggal 25 November di Valparaiso, Cili
1936 : Lulus dari akademi militer
1973 : Melakukan kudeta terhadap pemerintahan Salvador Allende
1974 : Mendeklarasikan kekuatan tunggal
1978 : Kepemimpinannya yang diwarnai dengan banyak pembunuhan ditolak oleh 75 persen suara dalam sebuah plebisit
1981 : Memperkenalkan konstitusi baru yang memberikan jaminan padanya untuk memegang kursi kepemimpinan selama delapan tahun ke mendatang
1988 : Ingin melanjutkan kendali partai oposisi tetapi ditolak; dari 55% suara menjadi 43%
1990 : Turun dari jabatannya
1998 : Ditangkap di London karena pembunuhan
2000 : Kembali ke Cili sebagai orang bebas
2004 : Semakin ditinggalkan pendukunganya setelah terbukti menggelapkan sekitar 27 juta dolar
2006 : Meninggal dunia. Anjelardo (2007: 22)
2.2. Latar Belakang Terjadinya Kudeta
Bayangan tentang Cile, negeri yang sedang menjadi tempat para kepala negara dan pemerintahan APEC bertemu, selalu bayangan tentang kudeta militer yang dilakukan Jenderal Augusto Phinochet pada 1973. Bayangan ini muncul sejak kuliah belasan tahun silam. Saat itu, beberapa teman yang "kiri" sering membawa jurnal milik mereka. Karena isinya "kiri", tentu saja yang dipromosikan adalah hal-hal yang juga kiri. Salah satunya tentang pemerintahan sosialis yang dipilih via pemilu dan dihancurkan militer di Cile. Pemerintahan Salvador Allende. Bayangan ini makin kuat saat film bagus berlatar belakang kudeta, The House of the Spirit, beredar.
Tapi bukan hanya karena Allende menjadi simbol pemerintahan kiri yang malang sehingga digusur militer, kudeta ini menjadi begitu menonjol di tengah puluhan kisah kudeta di dunia selama seabad terakhir. Kudeta di Cile juga mencerminkan bagaimana pemerintah Amerika menghalalkan segala cara untuk menang bersaing melawan Uni Soviet dalam Perang Dingin. Kudeta ini juga mengisahkan kekejian pemerintahan militer yang ekornya membuat Pinochet tidak diterima di mana-mana. Tak urung Amerika sekarang menyesali keterlibatan itu. "Yang terjadi dengan Allende bukan bagian sejarah yang dibanggakan Amerika," kata Colin Powell suatu ketika, saat ada wartawan yang membandingkan keterlibatan Amerika di Irak dengan di Cile tiga dekade silam.
Kudeta ini dimulai setelah Allende menang tipis dalam pemilu presiden Cile pada 1970. Kemenangannya kurang dari satu persen. Ia mendapat suara 36,3 persen. Pesaing terdekatnya dari sayap kanan, Radomiro Tomic, meraih 35,8 persen. Kemenangan ini menggelisahkan Amerika Serikat, yang berusaha agar kelompok kiri tidak berkuasa. Pada pemilu empat tahun sebelumnya, Amerika mengucurkan dana kampanye agar Allende tidak berkuasa. Usaha ini berhasil. Tapi mereka gagal mengulanginya dalam pemilu 1970. Saat itu Amerika dan Uni Soviet berusaha berebut pengaruh di dunia. Uni Soviet sudah menguasai Kuba lewat Fidel Castro belasan tahun sebelumnya. Amerika takut Cile juga akan jatuh ke tangan Soviet.
Begitu hasil pemilu dipastikan, Thomas Karamessines, Deputi Direktur Badan Intelijen Amerika (CIA) Bidang Perencanaan, mengirim kawat kepada pos CIA di Santiago. "Sudah menjadi kebijakan konsisten bawah Allende akan diturunkan lewat kudeta," tulis Karamessines. "Tindakan ini harus diterapkan secara rahasia dan aman sehingga USG (United States Government atau pemerintah Amerika Serikat) dan tangan Amerika tak terlihat." Untuk memulai, mereka menculik Panglima Angkatan Bersenjata Cile Jenderal Rene Schneider. Ia dibunuh karena ia prajurit konstitusionalis, yang berpegang teguh pada konstitusi. Artinya, ia akan menolak melakukan kudeta. Jika ingin membunuh presiden, tentara yang menolak kudeta harus dibereskan dulu. Itu sebabnya Schneider menjadi sasaran.
CIA memberi senjata kepada dua kelompok penentang Salvador Allende untuk mencegah presiden terpilih itu dilantik. Kelompok ini menyerang dan menewaskan Schneider. Tapi reaksinya negatif. Seluruh rakyat dan tentara Cile bersatu mendukung Allende karena serbuan lain. Proses kudeta itu sendiri dihentikan. Amerika membaca situasi yang tidak menguntungkan. Jika dipaksakan melakukan kudeta, malah akan negatif. Terlalu prematur.
Amerika bertambah cemas bahwa Allende akan mengubah Cile menjadi negeri diktator komunis pada 1971. Saat itu Fidel Castro mengunjungi Cile sebulan penuh. Tapi Amerika tidak menunggu begitu saja. Mereka memberi sanksi ekonomi bagi Cile untuk menekan Allende mundur. Padahal, saat Allende menjadi presiden, ekonomi sudah memburuk. Pertumbuhan ekonomi lamban, inflasi tinggi, dan pendapatan tidak merata. Allende juga membuat kebijakan yang tidak disukai kelompok kelas menengah, seperti pembagian tanah dan nasionalisasi perusahaan besar. Bagi rakyat kecil, Allende dipuji karena melakukan reformasi kesehatan dan program seperti susu gratis untuk anak-anak. Allende menyebutnya La vía chilena al socialismo--Jalan Cile ke Sosialisme. Mulai Oktober 1972, mulai muncul sejumlah unjuk rasa di Cile, dari pemogokan pemilik truk, pengusaha kecil, hingga mahasiswa. Unjuk rasa ini berlangsung 24 hari.
2.3. Kudeta Augusto Pinochet 1973 atas Allende
Akhirnya kudeta muncul juga pada 29 Juni 1973. Saat itu resimen tank di bawah komando Kolonel Roberto Souper mengepung Istana Presiden pada 29 Juni 1973. Tapi kudeta pertama ini gagal. Allende mengangkat Jenderal Prats, Panglima Angkatan Bersenjata, menjadi Menteri Pertahanan pada 9 Agustus tahun itu. Tapi pilihan ini tidak disukai kalangan militer sehingga hanya 13 hari ia menjabat. Sialnya, tidak hanya jabatan Menteri Pertahanan yang dilepas, tapi juga Panglima Angkatan Bersenjata Cile. Sebagai panglima baru ditunjuk Auguto Pinochet. Saat itu unjuk rasa menjadi santapan sehari-hari. Malah Mahkamah Agung secara resmi mengeluhkan ketidakmampuan pemerintah menegakkan hukum.
Anggota parlemen dari kelompok kanan, seperti Demokrat Kristen dan Partai Nasional, sudah meminta militer bertindak. Demi ketertiban, katanya. Selain itu, Allende memerintah dengan dekrit, bukan undang-undang yang mesti lewat parlemen. Maka, pada 11 September, pesawat tempur Hawker Hunter menembaki Istana Presiden. Saat itu Allende tewas. Versi resmi, ia bunuh diri dengan senapan otomatis hadiah Castro. Tapi sampai sekarang masih banyak yang percaya ia dibunuh. Semula ada empat pemimpin junta yang sudah bersepakat akan bergiliran menjadi presiden. Selain Pinochet dari angkatan darat, ada Gustavo Leigh Guzman dari angkatan udara, Jose Toribio Merino Castro dari angkatan laut, dan Cesar Mendoza Duran dari polisi nasional alias Gendarmerie. Tapi akhirnya diputuskan mengangkat Phinochet sebagai pemimpin junta. Dua hari kemudian, Kongres dibubarkan. Stadion Nasional menjadi tahanan raksasa. Dalam tiga tahun, 130 ribu orang menjadi tawanan. Ribuan orang lenyap tak berbekas dan ribuan lagi disiksa. Allende menjadi pahlawan sosialisme dunia dan Pinochet sekarang mesti bertanggung jawab atas pembunuhan dan penyiksaan itu.
2.4. Dampak dari Kudeta
Mereka merebut kekuasaan dengan menumpahkan darah rakyat dan mempertahankannya dengan meneror lawan-lawan politiknya. Keduanya akan menempuh langkah apa pun demi stabilitas politik dan ketenangan sistem perekonomian dalam berproduksi, dari memberlakukan darurat militer, memberangus media massa, menyumbat semua oposisi, sampai memburu segala gerakan sempalan yang dinilai memecah-belah bangsa. Pinochet dikenal tak sungkan-sungkan memerintahkan aparat keamanan untuk mengeksekusi mati rakyatnya sendiri.
"Tentara diperkirakan telah membunuh 11.000 warga Chile sepanjang tahun pertama kekuasaan Pinochet," klaim Gunson, Thompson dan Chamberlain dalam buku mereka "The Dictionary of Contemporary Politics of South America."
Pinochet merupakan salah seorang arsitek Operasi Condor pada tahun 1975. Operasi tersebut diikuti enam negara Amerika Latin dan dimaksudkan untuk menumpas kelompok-kelompok oposisi di kawasan. Salah satu kejahatan Pinochet lainnya pada era kediktatorannya adalah operasi Caravan of Death. Dalam operasi tersebut, orang yang diduga mendukung pemerintahan Allande atau bersikap anti-AS, hilang atau terbunuh. Selama 17 tahun berkuasa, Pinochet telah melakukan berbagai tindak kejahatan dalam rangka memuluskan kepentingan AS. Sementara itu, perusahaan-perusahaan AS dengan sangat mudah mengeruk tambang tembaga di Chili.
2.5 Perbandingan antara Chili pada masa Agusto Pinochet dengan Indonesia pada Masa Soeharto
Presiden Salvador Allende di-kudeta oleh jenderal Pinochet pada tahun 1973 dengan bantuan aktif CIA, karena politiknya yang “kiri” dianggap terlalu anti-Amerika. Sejak itu, jenderal Pinochet melancarkan, secara sistematis dan besar-besaran, operasi “Condor” guna melumpuhkan kekuatan kiri dan pendukung presiden Allende.
a. Perbedaan dan Persamaan Suharto-Pinochet
Kalau direnung-renungkan, ada sejumlah persamaan yang menyolok (dan juga perbedaan) antara kasus Pinochet dan Suharto, antara apa yang terjadi di Chili dan di Indonesia, dan antara pesiden Salvador Allende dan presiden Sukarno. Kudeta di Chili oleh jenderal Pinochet dkk telah disokong (bahkan diprakarsai) oleh CIA, untuk menggulingkan presiden Allende, seorang nasionalis patriotik kerakyatan yang disenangi oleh rakyat Chili, yang didukung oleh Partai Komunis Chili. Seperti presiden Sukarno, presiden Allende menjalankan politik luarnegeri yang anti-imperlalis Amerika. (Dalam bidang ekonomi ia menasionalisasi perusahaan tembaga Amerika)
Seperti halnya Suharto, jenderal Pinochet adalah pemimpin militer yang anti-komunis, dan telah menjalankan pemerintahan tangan besi selama 17 tahun (Suharto jauh lebih lama lagi, 32 tahun).
Pinochet digugat oleh sebagian opini umum di Chili (dan internasional) karena dituduh bertanggung-jawab terhadap hilangnya atau dibunuhnya lebih dari 3000 orang (sebagian laporan menyebutkan angka 6000 orang). Angka ini masih belum apa-apa, kalau dibandingkan dengan dibunuhnya korban tahun 1965 di Indonesia yang ditaksir antara 1.500.000 sampai 3.000.000 orang, dan ditahannya ratusan ribu orang lainnya dalam jangka waktu yang berbeda-beda panjangnya.
Jumlah korban di Chili jauh lebih sedikit daripada korban di Indonesia, tetapi gema peristiwa Chili jauh lebih besar, termasuk di arena internasional. PBB telah mengeluarkan kecaman keras tentang pelanggaran HAM di Chili. Sedangkan mengenai Suharto, belum ada pernyataan resmi dari PBB yang mengutuk pelanggaran HAM yang dilakukan secara besar-besaran, dan dalam jangka lama pula. Barulah beberapa tahun sebelum jatuhnya Suharto, Amerika Serikat akhirnya melalui laporan-laporannya tentang HAM memang membuat ulasan-ulasan yang cukup kritis tentang berbagai pelanggaran HAM di Indonesia.
b. Dalih Kesehatan Pinochet dan Suharto
Persamaan lainnya antara Pïnochet dan Suharto adalah bahwa kedua-duanya tidak dapat diajukan ke pengadilan karena dalih-dalih kesehatan. Di samping itu, tadinya, Pinochet juga memperoleh perlindungan berupa keputusan parlemen Chili yang memberikan status immunity kepadanya, karena ia pernah menjadi presiden. Tokoh militer yang dilahirkan di Valparaiso 25 November 1915 ini juga diangkat menjadi senator seumur hidup. Ia meletakkan kedudukannya sebagai presiden Chili pada tahun 1990 setelah ada referandum, dan digantikan oleh tokoh kristen-demokrat, Patricio Aylwin. Namun, meskipun sudah tidak menjadi presiden lagi, ia terus menjabat Panglima tertinggi militer sampai tahun 1998.
Dalam tahun 2000, Mahkamah Agung Chili membatalkan keputusan jaksa Juan Guzman yang menuntut diperiksanya Pinochet di depan pengadilan dan menempatkannya dalam tahanan rumah. Alasan Juan Guzman ialah karena Pinochet bertanggungjawab atas ditembaknya 75 tahanan politik secara sewenang-wenang dalam tahun 1973 oleh sepasukan militer spesial yang terkenal dengan julukan “Kafilah mayat”.
Para keluarga orang yang hilang dan dibunuh, dan jaring-jaringan solidaritas internasional, telah terus-menerus mengadakan aksi-aksi tuntutan untuk mengadili Pinochet serta pembesar-pembesar militer atas pembunuhan dan penculikan. Jenderal Pinochet sendiri menghadapi 190 gugatan atau pengaduan. Oleh karena adanya gugatan seorang jaksa Spanyol itulah maka mantan diktator ini pernah ditahan polisi Inggris selama 503 hari.
c. Kekebalan Hukum Dicabut
Pengadilan Tinggi Chili mencabut immunitas (kekebalan hukum) Pinochet, karena para pengacara para korban menuntut dicabutnya immunitas ini, dengan alasan bahwa kesehatan Pinochet cukup baik. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan jaksa yang menyatakan di depan pengadilan bahwa Pinochet bisa mendengarkan lagu Lili Marleen dan musik-musik mars militer Nazi kesukaannya. Bukti lainnya bahwa kesehatan Pinochet baik adalah interview televisi yang diberikan olehnya tahun yang lalu kepada sebuah stasion televisi dari Miami (Amerika). Tayangan televisi ini menimbulkan kemarahan banyak orang, karena di situ Pinochet menampilkan diri sebagai “malaikat yang suci”. Apakah Mahkamah Agung Chili akhirnya akan menyetujui pencabutan kekebalan hukum Pinochet, mari sama-sama kita ikuti perkembangan selanjutnya.
Kasus tuntutan atau gugatan terhadap Pinochet ini bagi kita di Indonesia menarik, karena adanya sejumlah persamaan antara persoalan diktatur militer Chili dan Indonesia. Bedanya adalah bahwa skala pembunuhan dan penculikan di Chili adalah jauh lebih kecil daripada yang terjadi di Indonesia di bawah Orde Baru. Artinya, beban tanggungjawab atau dosa-dosa Pinochet juga jauh lebih kecil kalau dibandingkan dengan dosa Suharto. Sebab, disamping pelanggaran HAM besar-besaran selama 32 tahun Suharto juga diktator yang KKN-nya tidak tanggung-tanggung, sehingga ia menjadi koruptor yang paling terkenal di seluruh dunia.
Oleh karena itu, seperti halnya tuntutan para korban di Chili, tuntutan untuk mengadili Suharto juga masih berkumandang terus di Indonesia. Ini disuarakan tidak hanya oleh para eks-tapol dan keluarga para korban peristiwa tahun 1965, tetapi juga oleh ornop-ornop humaniter atau berbagai organisasi, yang mempersoalkan pembunuhan di Aceh, Lampung, Tanjung Priok, Jawa Barat dll. Dan ini adalah wajar, sebab, kalau diingat-ingat, dosa Pinochet hanyalah secuwil kecil dibandingkan dengan dosa Suharto yang menggunung.
Perhatikan juga skenario yang sama persis dengan blue-print dari Jakarta
ini di Chile. Waktu itu, jendral yang pas diatasnya si Pinochet pun
dihabisi. Sehingga, mendadak saja si Pinochet di Chile yang sama persis
dengan kasusnya di Indonesia dengan lebih dikenal dengan pahlawan revolusi dan menjadikan seseorang naik pangkat yang bisa langsung menjadi tertinggi di militer Chile maupun di Indonesia.
Bahwa dugaan Amerika / CIA terlibat, itu wajar dan logis sebagai strategi global AS menghadapi pengaruh komunisme global. Bagi AS yang punya angkatan perang sedunia dan intelijen dan kepentingan global, perang strategi dan pengaruh itu amat normal. Di Vietnam, Laos, Kamboja, Nikaragua, Afghanistan, Pakistan, di Afrika. Semua itu bukti adanya pengaruh Amerika dalam perang dingin melawan Soviet/Cina, baik melalui CIA atau biro dan antek yang lain. Bahwa keterlibatan CIA susah dibuktikan, itulah makanya disebut Central Intelligence Agency, biro paling rahasia dari yang rahasia.

BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Augusto José Ramón Pinochet Ugarte adalah seorang jenderal dan diktator Chili. Ia adalah kepala junta militer yang berkuasa di Chili pada periode 1973 - 1990. Ia meraih kekuasaan dengan cara kudeta sesaat setelah pemilu demokratis yang memilih Presiden Salvador Allende yang sosialis. Menariknya disini ada beberapa kesamaan dengan pergantiannya presiden Soekarno ke Soeharto di Indonesia, adapun persamaannya adalah;
· Beredarnya dokumen yang meresahkan tentang perencanaan pembunuhan beberapa jenderal dan komandan-komandan militer. Hal itu selain terjadi di Chile (dokumen rencana ‘Z’) juga Indonesia (Beredarnya daftar pejabat AD yang akan dibunuh dikalangan tokoh-tokoh buruh, politisi dan elit militer Chili).
· Disebarnya isu yang menimbulkan keresahan dan ketidakstabilan poltitik dalam negeri. Di Chile masyarakat terutama serikat buruh militan dan jenderal-jenderal konservatif mendapat kiriman kartu-kartu kecil di mana tercetak kata-kata "Jakarta Se Acerca" (Jakarta Sudah Mendekat).
· Diduga sangat kuat kedua kudeta tersebut sama-sama di dukung CIA.
Pada 1990 ia kehilangan kekuasaan, namun ia menjadikan dirinya senator seumur hidup, untuk mencegah agar ia tak ditangkap. Ia dipaksa meninggalkan kedudukan senator pada 2002, namun sekali lagi ia tak ditangkap, saat itu dikatakan ia menderita dementia. Pada Mei 2004 hakim berkata itu tidak benar. Pada 13 Desember ia ditempatkan dalam tahanan rumah. Ia meninggal dunia pada 10 Desember 2006 seminggu setelah terkena serangan jantung. Selain itu pula dalam prosesnya yang hampir mirip sekali dalam proses hukumnya maupun perkiraan dari yang melatar-belakangi peristiwa dari kedua tokoh diktator ini.
3.2. Saran
Sebuah Negara yang dapat dikatakan maju adalah Negara yang kuat dan makmur, kuat dalam segi pertahanan dan makmur dalam perekonomian. Terkait dengan hal keamanan dan pertahanan Negara seharusnya mempunyai agen rahasia yang benar-benar rahasia dan kuat, dan memiliki pemimpin yang berwibawa tetapi tidak menyalah-gunakan kekuasaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Alejandro, Emdievi Y.G. (2007). 41 Diktator Zaman Modern Mengejar Ambisi Menuai Tragedi. Jakarta: Visimedia.
Syamsudin, Helius. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak
Media Internet:
Koran Tempo Wap. (2004). Hari saat allende tersungkur rubrik internasional Edisi 2004-11-20. [Online].
Tersedia: http://72.14.235.132/search?q=cache:TC5ROAi_jZ0J:wap.korantempo.com/view_details.php%3Fidedisi%3D1602%26idcategory%3D11%26idkoran%3D27352%26y%3D2004%26m%3D11%26d%3D20+dampak+kudeta+augusto+pinochet&hl=en&ct=clnk&cd=1
Sidik, A. Jafar M.(2008). Antara Chun Doo Hwan, Augusto Pinochet, dan Soeharto. [Online]

-----------.(2005). CIA & Kudeta atas Sukarno. [Online]

Tersedia: http://apakabar.ws/forums//viewtopic.php?f=1&t=28513CIA&Kudeta atas Sukarno. [27 Februari 2009]

Wikipedia. (2009). Augusto Pinochet. [Online]
Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Augusto_Pinochet

Sumber: http://referensiurangsubang.blogspot.com/2009/05/kudeta-di-chili.html

DIPA NUSANTARA AIDIT (Laporan Utama Majalah Tempo, Edisi Oktober 2007) - Dua Wajah Dipa Nusantara

Dua Wajah Dipa Nusantara
Chapter 1 

BERTAHUN-TAHUN orang mengenalnya sebagai "si jahat". Lelaki gugup berwajah dingin dengan bibir yang selalu berlumur asap rokok. Bertahun-tahun terdengar kalimat-kalimat ini meluncur dari mulutnya: "Djawa adalah kunci..."; "Djam D kita adalah pukul empat pagi..."; "Kita tak boleh terlambat...!"

Dipa Nusantara Aidit pada 1980-an adalah Syu'bah Asa. Seniman dan wartawan ini memerankan Ketua Umum Comite Central Partai Komunis Indonesia itu dalam film Pengkhianatan G-30-S/PKI. Setiap 30 September film itu diputar di TVRI. Lalu di depan layar kaca kita ngeri membayangkan sosoknya: lelaki penuh muslihat, dengan bibir bergetar memerintahkan pembunuhan itu.

Di tempat lain, terutama setelah Orde Baru runtuh dan orang lebih bebas berbicara, PKI didiskusikan kembali. Juga Aidit. Pikiran-pikirannya dipelajari seperti juga doktrin-doktrin Marxisme-Leninisme. Dalam sebuah diskusi di Yogyakarta, seorang penulis muda pernah di luar kepala mengutip doktrin 151-ajaran dasar bagi kaum kiri dalam berkesenian. Diam-diam komunisme dipelajari kembali dan Aidit menjadi mitos lain: sang idola.

Dia memulai "hidup" sejak belia. Putra Belitung yang lahir dengan nama Achmad Aidit itu menapaki karier politik di asrama mahasiswa Menteng 31-sarang aktivis pemuda "radikal" kala itu. Bersama Wikana dan Sukarni, ia terlibat peristiwa Rengasdengklok-penculikan Soekarno oleh pemuda setelah pemimpin revolusi itu dianggap lamban memproklamasikan kemerdekaan. Ia terlibat pemberontakan PKI di Madiun, 1948. Usianya baru 25 tahun. Setelah itu, ia raib tak tentu rimba. Sebagian orang mengatakan ia kabur ke Vietnam Utara, sedangkan yang lain mengatakan ia bolak-balik Jakarta-Medan. Dua tahun kemudian, dia "muncul" kembali.

Aidit hanya butuh waktu setahun untuk membesarkan kembali PKI. Ia mengambil alih partai itu dari komunis tua-Alimin dan Tan Ling Djie-pada 1954, dalam Pemilu 1955 partai itu sudah masuk empat pengumpul suara terbesar di Indonesia. PKI mengklaim beranggota 3,5 juta orang. Inilah partai komunis terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Republik Rakyat Cina.

Dalam kongres partai setahun sebelum pemilu, Aidit berpidato tentang "jalan baru yang harus ditempuh untuk memenangkan revolusi". Dipa Nusantara bercita-cita menjadikan Indonesia negara komunis. Ketika partai-partai lain tertatih-tatih dalam regenerasi kader, PKI memunculkan anak-anak belia di tampuk pimpinan partai: D.N. Aidit, 31 tahun, M.H. Lukman (34), Sudisman (34), dan Njoto (27).

Tapi semuanya berakhir pada Oktober 1965, ketika Gerakan 30 September gagal dan pemimpin PKI harus mengakhiri hidup di ujung bedil. Aidit sendiri tutup buku dengan cara tragis: tentara menangkapnya di Boyolali, Jawa Tengah, dan ia tewas dalam siraman satu magazin peluru senapan Kalashnikov serdadu.

***
LAHIR dari keluarga terpandang di Belitung, Sumatera Selatan, 30 Juli 1923, D.N. Aidit adalah anak sulung dari enam bersaudara-dua di antaranya adik tiri.

Ayahnya, Abdullah Aidit, adalah mantri kehutanan, jabatan yang cukup terpandang di Belitung ketika itu. Ibunya, Mailan, lahir dari keluarga ningrat. Ayah Mailan seorang tuan tanah. Orang-orang Belitung menyebut luas tanah keluarga ini dengan ujung jari: sejauh jari menunjuk itulah tanah mereka. Adapun Abdullah Aidit adalah anak Haji Ismail, pengusaha ikan yang cukup berhasil.

Tak banyak fakta yang menguraikan kehidupannya pada periode Belitung ini kecuali keterangan dari Murad Aidit, anak bungsu Abdullah-Mailan. Meski disebut-sebut bahwa Achmad adalah kakak yang melindungi adik-adiknya, ada pula cerita yang menyebutkan ia sebetulnya tak peduli benar dengan keluarga. Kepada Murad, suatu ketika saat mereka sudah di Jakarta, Aidit pernah mengatakan satu-satunya hal yang mengaitkan mereka berdua adalah mereka berasal dari ibu dan bapak yang sama. Tidak lebih. Dengan kata lain, Achmad tak peduli benar soal "akar".

Di Belitung, ia bergaul dengan banyak orang. Ia menjadi bagian dari anak pribumi, tapi juga bergaul dengan pemuda Tionghoa. Simpatinya kepada kaum buruh dimulai dari persahabatannya dengan seorang pekerja Gemeenschapelijke Mijnbouw Billiton, tambang timah di kampung halamannya.

Tapi seorang bekas wartawan Harian Rakjat, koran yang berafiliasi dengan PKI, menangkap kesan lain tentang Aidit. Katanya, Dipa Nusantara bukan orang yang mudah didekati. Ia tegang, ia tak ramah. "Saya tak pernah merasa nyaman bila bersamanya," kata bekas wartawan itu. Dalam hal ini, potret Arifin C. Noer, sutradara Pengkhianatan G-30-S/PKI, tentang Aidit mungkin tak kelewat salah: Aidit adalah pegiat partai yang dingin-mungkin cenderung kering.

Tak seperti Njoto, ia tak flamboyan. Ia tak main musik. Kisah cintanya jarang terdengar, kecuali dengan Soetanti, dokter yang belakangan menjadi istrinya. Pernah terdengar kabar ia menyukai seorang gadis yang juga dicintai sastrawan kiri, Utuy Tatang Sontani. Tapi tak ada perselisihan yang berarti. Ketika gadis itu menikah dengan lelaki lain, keduanya cuma tersenyum simpul.

Aidit memang menulis puisi, tapi sajak-sajaknya miskin imajinasi. Puisi-puisinya pernah ditolak dimuat di Harian Rakjat, koran yang sebetulnya berada di bawah kendalinya. Untuk itu ia murka, ia membanting telepon. Ada dugaan ia menulis sajak karena Mao Tse-Tung menulis sajak. Dikabarkan pernah pula ia berenang di sepotong sungai di Jakarta karena tahu Ketua Mao pernah menyeberangi Sungai Yang-Tse di Cina.

Tapi, apa pun, ia memimpin partai yang berhasil-setidaknya sampai G-30-S membuatnya porak-poranda. Kini peristiwa itu dikenal dengan pelbagai tafsir dengan Aidit sebagai tokoh yang selalu disebut.

Buku putih pemerintah Orde Baru menyebutkan PKI adalah dalang prahara itu. Tujuannya jelas: menjadikan Indonesia sebagai negara komunis. Hasil studi sejumlah Indonesianis asal Cornell University, Amerika Serikat, menyimpulkan kejadian itu adalah buah konflik internal Angkatan Darat. Studi ini disokong penelitian lain yang dilakukan Coen Holtzappel.

Ada pula yang yakin Amerika Serikat dan CIA yang menjadi dalang. Bekerja sama dengan klik tertentu dalam Angkatan Darat, AS memprovokasi PKI untuk menjatuhkan Soekarno. Peneliti Geoffrey Robinson termasuk yang mempercayai skenario ini.

Yang lain percaya ada skenario Inggris dan CIA yang bertemu untuk menjatuhkan Soekarno yang prokomunis. Ada pula yang berpendapat G-30-S adalah skenario Soekarno untuk melenyapkan oposisi tertentu dalam Angkatan Darat.

***
D.N. AIDIT sebetulnya punya sejumlah modal untuk melancarkan revolusi-sesuatu yang dipercaya kaum komunis bisa menjadikan masyarakat lebih baik: masyarakat tanpa kelas. Ia dekat dengan Soekarno, ia punya massa. Tapi PKI punya kelemahan: mereka tak punya tentara. Pengalaman partai komunis di banyak negara menunjukkan kekuatan bersenjata di bawah kendali partai adalah esensial karena, seperti kata Mao, kekuasaan lahir dari laras bedil. PKI pernah mengusulkan dibentuknya angkatan kelima-dengan mempersenjatai buruh dan tani-tapi gagasan itu segera ditentang tentara.

Mengatasi keadaan, Aidit datang dengan teorinya sendiri. Sebuah revolusi bisa dimulai dengan kudeta asalkan kup itu disokong 30 persen tentara. Kabarnya, gagasan ini sempat dipersoalkan aktivis partai komunis negara lain karena ide itu tak ada dalam ajaran Marxisme.

Di sinilah muncul spekulasi bahwa Aidit "berjalan sendiri". Indikasi yang paling sering disebut adalah ketika ia mendirikan Biro Chusus bersama Sjam Kamaruzzaman-tokoh misterius yang bahkan tak banyak dikenal oleh petinggi PKI sendiri. Pendirian Biro Chusus menjadi bahan gunjingan karena dilakukan tanpa konsultasi dengan anggota Comite Central yang lain. Sudisman menyebut ada dua faksi dalam partainya: PKI legal dan PKI ilegal. Yang terakhir ini adalah sindiran Sudisman terhadap Biro Chusus.

Itulah sebabnya, di hadapan seorang wartawan Harian Rakjat, 6 Oktober 1965, Njoto pernah bertanya kepada Lukman tentang apa yang terjadi dengan G-30-S. Lukman menggeleng.

Njoto, dalam wawancaranya dengan Asahi Shimbun, 2 Desember 1965-dua pekan sebelum ia dinyatakan "hilang"-menyerang keyakinan Aidit tentang kudeta yang bisa bermutasi menjadi revolusi itu. "Revolusi siapa melawan siapa? Apakah dengan demikian premis Untung (Letnan Kolonel Untung, pemimpin aksi G-30-S-Red.) mengenai adanya Dewan Jenderal itu membenarkan coup d'etat?" tanya Njoto.

Aiditkah dalang tunggal prahara G-30-S? Dalam diskusi internal redaksi Tempo, Ibarruri Putri Alam, anak sulung D.N. Aidit, menyangkalnya. Iba, kini bermukim di Paris, Prancis, meyakini bapaknya pun tak tahu-menahu soal pembunuhan para jenderal. Dari sejumlah studi yang dibacanya, ditemukan bahwa saat dibawa ke Halim, Jakarta Timur, oleh aktivis PKI tak lama setelah pembunuhan terjadi, Aidit bertanya-tanya, "Saya mau dibawa ke mana?"

Di sinilah muncul spekulasi lain: Aidit ditelikung Sjam Kamaruzzaman. Skenario ini bukan tak punya argumentasi. Sebuah studi misalnya mengutip keterangan Mayor Angkatan Udara Soejono yang berbincang dengan Aidit pada 30 September malam. Kepada Soejono, Aidit membenarkan kabar bahwa informasi-informasi penting yang ditujukan kepadanya harus melalui Sjam.

Persoalannya, menurut Soejono, rapat-rapat Politbiro menjelang G-30-S hanya memerintahkan penangkapan para jenderal-untuk diserahkan kepada Bung Karno-bukan pembunuhan. Ketidaksetujuan terhadap analisis militer Sjam juga telah disampaikan seorang komandan batalion gerakan yang kemudian ditahan di Rumah Tahanan Militer Salemba.

Begitukah? Tak pernah ada jawaban tunggal atas prahara yang menewaskan ratusan ribu orang tersebut. Tidak buku putih Orde Baru, tidak juga keyakinan Ibarruri. Sejarah adalah sebuah proses menafsirkan.

Apa yang disajikan dalam Liputan Khusus Tempo kali ini adalah upaya mengetengahkan versi-versi itu. Juga ikhtiar membongkar mitos tentang D.N. Aidit. Bahwa ia bukan sepenuhnya "si brengsek", sebagaimana ia bukan sepenuhnya tokoh yang patut jadi panutan.

Masa Kecil di Belitung; Anak Belantu Jadi Komunis
Chapter 2  
ACHMAD Aidit lahir pada 30 Juli 1923 di Jalan Belantu 3, Pangkallalang, Belitung. Ayahnya Abdullah Aidit dan ibunya Mailan. Abdullah adalah mantri kehutanan, jabatan yang cukup bergengsi di Belitung ketika itu. Mailan lahir dari keluarga ningrat Bangka Belitung.

Ayah Mailan bernama Ki Agus Haji Abdul Rachman. Titel ki pada nama itu mencirikan ia ningrat. Dia juga tuan tanah. Orang-orang Belitung menyebut luas tanah keluarga ini dengan ujung jari. Maksudnya, sejauh jari menunjuk, itulah tanah mereka. Adapun Abdullah Aidit, anak Haji Ismail, seorang pengusaha ikan yang makmur. Mereka memiliki puluhan sero, semacam tempat penangkapan ikan di laut, dan pemasok ikan terbesar ke sejumlah pasar.

Ya, Achmad yang belakangan berganti nama menjadi Dipa Nusantara (D.N.) Aidit memang datang dari keluarga terhormat.

Karena datang dari kaum terpandang itulah keluarga ini gampang bergaul dengan polisi di tangsi, orang-orang Tionghoa di pasar, dan none-none Belanda di Gemeenschapelijke Mijnbouw Billiton, sebuah perusahaan tambang timah milik Belanda.

Berdiri pada 1825, perusahaan itu hanya dua kilometer dari rumah Aidit. Dinasionalisasi pada era Soekarno, firma ini berubah menjadi PT Pertambangan Timah Balitung, lalu ditutup pada April 1991 setelah stok timah di kawasan itu merosot.

Selain mudah bergaul dengan tuan-tuan Belanda, anak-anak Abdullah juga gampang masuk Hollandsch Inlandsche School (HIS), sekolah menengah pemerintah Belanda ketika itu. Kini bangunan sekolah itu masih tegap berdiri dan berganti wujud menjadi Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tanjung Pandan.

Abdullah punya delapan anak. Semua lelaki. Dari perkawinan dengan Mailan, lahir Achmad, Basri, Ibrahim (meninggal dunia ketika dilahirkan) dan Murad. Abdullah kemudian menikah lagi dengan Marisah dan melahirkan Sobron dan Asahan. Keenam anaknya itu menyandang nama belakang Aidit--nama keluarga, "Namun bukan marga," kata Ibarruri Aidit, putri sulung D.N. Aidit. Dua anak lainnya, Rosiah dan Mohammad Thaib, adalah anak bawaan Marisah dengan suami sebelumnya.

Walau dididik di sekolah Belanda, anak-anak Abdullah tumbuh dalam keluarga yang rajin beribadah. Abdullah adalah tokoh pendidikan Islam di Belitung. Dia pendiri Nurul Islam, organisasi pendidikan Islam dekat kawasan pecinan di kota itu. Hingga kini sekolah itu masih tegak berdiri.

Sepulang sekolah, Aidit dan adik-adiknya belajar mengaji. Guru mereka Abdurracham, adik ipar Abdullah. Setelah mengaji, Achmad dan adik-adiknya meluncur ke sungai mengambil air. Sebagai kakak tertua, Achmad biasanya membawa jeriken paling besar.

Orang-orang di Jalan Belantu mengenal Achmad Aidit sebagai tukang azan. Seperti di sebagian besar wilayah Indonesia saat itu, Belitung juga belum punya pengeras suara guna mengumandangkan azan. ”Karena suara Bang Achmad keras, dia kerap diminta mengumandangkan azan," kata kata Murad Aidit.

Dari delapan anak Abdullah, Achmad adalah yang paling mudah bergaul. Rupa-rupa geng remaja di Belitung ia dekati. Setidaknya, ada empat geng di sana: geng kampung, anak benteng, geng Tionghoa, dan geng Sekak.

Geng kampung adalah kumpulan anak pribumi. Achmad dan adik-adiknya masuk kelompok ini. Anak polisi yang datang dari Jawa masuk kelompok anak benteng atau kerap juga disebut anak tangsi--menyebut asrama tempat tinggal polisi.

Kelompok ketiga adalah geng Tionghoa. Orang tua mereka berdagang di pasar dan pelabuhan Belitung. Karena tinggal di pasar, geng itu punya nama lain yakni geng pasar. Kawasan ini cuma 500 meter dari rumah Aidit. Achmad kerap nongkrong bersama anak-anak geng pasar ini. Saat ini kawasan pecinan itu masih berdiri tegak bahkan berbiak. Sejumlah toko dan papan jalan ditulis dengan aksara Cina. Kelompok anak muda yang terakhir adalah geng Sekak. Mereka datang dari keluarga yang kerap berpindah tempat tinggal, semacam kaum gypsy di Eropa.

Antargeng kerap terjadi baku pukul. Situasi yang serba keras itu membuat Aidit membesarkan otot. Dia rajin berlatih tinju dan olahraga angkat besi. Mungkin karena sering angkat besi, tubuh Aidit lebih gempal daripada adik-adiknya.

Aidit menjadi pelindung saudara-saudaranya dari perseteruan antargeng. Tapi dia tidak main hajar. Suatu hari Murad baku pukul dengan seorang anak geng tangsi. Si bungsu ini mengadu ke kakak sulungnya itu.

Diam-diam Aidit melacak lawan sang adik. Pulang ke rumah, Aidit bilang kepada Murad, "Kau lawan saja sendiri." Dari pelacakan itu, rupanya Aidit tahu bahwa musuh itu masih sebanding dengan adiknya. Aidit rupanya cuma membantu kalau lawannya lebih besar.

Walau pertikaian cukup sengit, Achmad mudah bergaul dengan pelbagai geng. Dia, misalnya, kerap pulang malam karena menonton wayang bersama anak-anak benteng di tangsi. Dia juga kerap nongkrong di pasar bersama anak-anak Tionghoa. Kedekatan dengan geng ini lantaran mereka satu sekolah di HIS.

Aidit juga rajin menelusuri sungai bersama anak-anak Sekak. Mereka kerap berlomba berenang di sungai dekat Gunung Tajam, sekitar 20 kilometer dari Belitung. Suatu hari perlombaan dimulai dengan salto dari sebuah batu besar. Anak-anak gunung melakukannya dengan sempurna. Tapi Achmad menang, Karena dia bisa melakukan kontra-salto," kata Murad.

Aidit juga kerap melindungi adik-adiknya dari sikap keras sang ayah. Suatu petang Basri pernah bertindak ceroboh. Dia melepas 15 ekor itik dari kandang milik keluarga itu. Abdullah yang mendengar kisruh ini murka besar. Melihat adiknya dalam bahaya, Achmad mengaku dialah penyebab kaburnya itik-itik itu. Tak rela Basri dimarahi, Achmad sejak petang hingga magrib ke sana-kemari mencari kawanan unggas itu.

Pergaulan Achmad memang lebih laju daripada remaja seusianya. Selain gemar berkumpul dengan pelbagai kelompok remaja itu, dia juga bergaul dengan buruh di Gemeenschapelijke Mijnbouw Billiton.

Letak perusahaan itu sekitar dua kilometer dari rumah Aidit. Boleh jadi semangat anti-Belanda dan perjuangan antikelas di kemudian hari bermula dari tambang itu. Saban hari Aidit melihat buruh berlumur lumpur, bermandi keringat, dan hidup susah. Sedangkan meneer Belanda dan tuan-tuan dari Inggris hura-hura.

Perusahaan ini menyediakan societet, gedung khusus tempat petinggi perusahaan dan none-none Belanda menonton film terbaru sembari menenggak minuman keras. Buruh tambang itu cuma bisa menelan ludah dan sesekali mengintip bioskop.

Tertarik mendalami hidup para buruh, Achmad mendekati mereka. Tapi tak mudah karena para buruh cenderung tertutup. Sampai suatu hari Achmad melihat seorang buruh sedang menanam pisang di pekarangan rumah. Achmad menawarkan bantuan. Tertegun sebentar, si buruh itu mengangguk. Aidit lalu mencangkul.

Sejak saat itu Aidit bersahabat dengan buruh itu. Kian hari hubungan mereka kian dekat. Kadang mereka ngobrol sembari menyeruput kopi dan mengudap singkong rebus. Dari ngobrol-ngobrol santai itulah Aidit kemudian tahu kesulitan para buruh, juga soal pesta-pora petinggi tambang.

Pergaulan dengan kaum buruh itu, menurut Murad, yang menentukan jalan pikiran dan sikap politik Achmad setelah di Jakarta. Hingga akhir ia memimpin partai komunis dan tenggelam dalam peristiwa yang dikenal dengan Gerakan 30 September.


Rumah Tua Mantri Idit
Chapter 3RUMAH panggung itu tua dan setia. Di sana-sini, kayunya lapuk dan berjamur. Sebagian atap berbahan sirap telah koyak dan diganti seng. Hanya kerangka utama yang menggunakan kayu ulin yang masih kukuh. Selebihnya ringkih dimakan zaman. Itulah rumah Abdullah Aidit, ayah Dipa Nusantara Aidit-Ketua Umum Partai Komunis Indonesia.

Dibangun pada 1921 oleh Haji Ismail, kakek D.N. Aidit dari garis bapak, rumah itu terletak di Jalan Dahlan 12 (dulu Jalan Belantu 3) Dusun Air Berutak, Desa Pangkalalang, Belitung Barat.

Seperti rumah-rumah lain di Belitung, rumah ini punya dua bangunan utama: rumah depan dan rumah belakang. Kini yang tersisa hanya rumah belakang berukuran 8x7 meter. Bagian depan dibongkar tak lama setelah Abdullah Aidit meninggal pada 23 November 1965.

Di sana sekarang tinggal Gakdung, 48 tahun, seorang buruh lepas Pelabuhan Tanjung Pandan asal Bugis. Gakdung tinggal seorang diri. "Semula dia sewa. Tapi, karena hidupnya pun susah, biarlah ia cuma-cuma menempatinya," kata Murad aidit, adik D.N. Aidit.

Ditempati oleh nelayan miskin, rumah itu lusuh tak terawat. Yang tersisa hanya sebuah bilik, ruang tamu, dan dapur. Di dinding kayu menuju dapur terdapat kalender Partai Bulan Bintang bergambar Yusril Ihza Mahendra, bekas ketua umum partai itu.

Rumah Abdullah sempat menjadi asrama pelajar asal Kelapa Kampit, Belitung Timur, sebuah kawasan sekitar 54 kilometer dari Tanjung Pandan. Sekretaris Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Abdul Hadi Adjin, pernah tinggal di sana.

Antara rumah dan Jalan Dahlan yang memanjang di depannya, terdapat kebun dengan beberapa pokok pohon pisang dan pohon jengkol. Sebagian kebun ini adalah bekas rumah depan. Sebagian lagi yang lebih dekat jalan adalah bekas halaman yang kini dipakai untuk lapangan badminton. Di sanalah dulu Achmad Aidit-nama kecil Dipa Nusantara-berlatih tinju, angkat besi, dan senam. Hingga D.N. Aidit hijrah ke Jakarta, halaman rumah ini masih menjadi lapangan olahraga pemuda kampung Pangkalalang.

Sekitar 20 meter dari rumah tua itu terdapat rumah tua lainnya yang lebih terawat dan kukuh. Inilah rumah peninggalan Siti Azahra, istri Abdurrachman, qari di kampung itu. Kepada Abdurrachmanlah dulu Ahmad belajar mengaji Quran. Kini rumah ini dimiliki Efendi, kerabat Siti Azahra.

Anak-anak Abdullah Aidit juga belajar mengaji kepada Liman, saudara sepupu Azahra. Rumah Liman tak jauh dari kediaman Siti. Di rumah Liman, Achmad bersama teman seumurannya juga berlatih kesenian hadrah.

Seratus meter dari rumah Abdullah dulu berdiri surau panggung. Di sinilah Achmad kecil kerap didapuk mendendangkan azan saat magrib dan isya. Sekarang surau itu sudah rata tanah dan digantikan Kantor Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan Cabang Belitung.

Rosihan, 54 tahun, cucu Siti Azahra, mengungkapkan bahwa sebagian orang yang lahir sebelum tahun 1970 mengenal rumah ini milik Mantri Aidit. Ini sebutan untuk Abdullah yang pernah menjadi pegawai Boswezen, dinas kehutanan zaman Belanda. Abdullah meninggal pada 1968 dalam keadaan yang mengenaskan. Jasadnya baru ditemukan Marisah, istri kedua Abdullah, tiga hari setelah ia wafat. Pada hari kematian itu, Marisah tengah pergi ke rumah kerabatnya dan baru pulang tiga hari kemudian. Sepeninggal Abdullah, Marisah menempati rumah itu hingga akhirnya Sang Khalik memanggilnya pada 1974.

Adakah orang-orang di kampung Air Berutak menghubungkan rumah tua itu dengan Aidit, tokoh penting Partai Komunis Indonesia? Tidak. "Buat kami, semua biasa-biasa saja," kata Taufan, 52 tahun, cucu Siti Azahra. Semua memang sudah lewat. Yang tersisa hanya gubuk ringkih beratap sirap-rumah panggung yang tua dan setia. 


Silsilah keluarga Aidit: Ranting yang Terberai
Chapter 4 
ACHMAD "Dipo Nusantara" Aidit tak lahir dari keluarga komunis. Ayahnya, Abdullah Aidit, adalah muslim taat dan pemuka masyarakat yang dihormati. Kakek dari garis ibu, Ki Agus Haji Abdul Rachman, adalah pendiri Batu Itam, kampung di pesisir di barat Belitung, sekitar 15 kilometer utara Tanjungpandan. Tapi garis hidup dan politik ideologi mencerai-beraikan anak dan cucu Abdullah. Kini mereka hidup terpisah, sebagian menjadi eksil di Eropa.


Merantau ke Jakarta: Sejak Awal Membaca Risiko
Chapter 5 
"AKU mau ke Batavia," kata Achmad Aidit kepada ayahnya, Abdullah. Waktu itu awal 1936. Achmad berusia 13 tahun, baru lulus Hollandsch Inlandsche School, setingkat sekolah dasar masa itu. Di Belitung, tempat tinggal keluarga Aidit, sekolah "paling tinggi" memang hanya itu. Untuk masuk sekolah menengah-dikenal dengan nama Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)-pemuda-pemuda pulau itu harus merantau ke Medan atau Jakarta.

Meninggalkan Belitung bukan pilihan yang lazim pada masa itu. Pemuda yang merantau sampai tanah Jawa bisa dihitung dengan jari. Tapi Aidit bisa meyakinkan ayahnya. "Abang saya paling jarang meminta sesuatu kepada Bapak," kata Murad Aidit, adik kandung Achmad, kepada Tempo, dua pekan lalu. Kalau sudah sampai meminta sesuatu, kata Murad, itu artinya tekad Aidit sudah benar-benar bulat.

Adik Aidit yang lain, Sobron, dalam bukunya Aidit: Abang, Sahabat, dan Guru di Masa Pergolakan, menjelaskan bahwa untuk diizinkan merantau, seorang remaja harus memenuhi empat syarat: bisa memasak sendiri, bisa mencuci pakaian sendiri, sudah disunat, dan sudah khatam mengaji. Keempat syarat itu sudah dipenuhi Aidit.

Setibanya di Batavia, Achmad Aidit ditampung di rumah kawan ayahnya, Marto, seorang mantri polisi, di kawasan Cempaka Putih. Sayangnya, pendaftaran MULO sudah ditutup ketika Aidit tiba di Jakarta. Dia harus puas bersekolah di Middestand Handel School (MHS), sebuah sekolah dagang di Jalan Sabang, Jakarta Pusat.

Bakat kepemimpinan Aidit dan idealismenya yang berkobar-kobar langsung menonjol di antara kawan sebayanya. Di sekolahnya yang baru, Aidit mengorganisasi kawannya melakukan bolos massal untuk mengantar jenazah pejuang kemerdekaan Muhammad Husni Thamrin, yang ketika itu akan dimakamkan. Karena terlalu aktif di luar sekolah, Aidit tidak pernah menyelesaikan pendidikan formalnya di MHS.

Tiga tahun di Cempaka Putih, Aidit pindah ke sebuah rumah di Tanah Tinggi 48, kawasan Senen, Jakarta Pusat. Ketika indekos di sini, Murad datang menyusul dari Belitung, juga untuk bersekolah di Jakarta.

Menyekolahkan dua anak jauh dari rumah tentu tak mudah untuk keuangan Abdullah Aidit. Gajinya sebagai mantri kehutanan hanya sekitar 60 gulden sebulan. Dari jumlah itu, 15-25 gulden dikirimnya ke Batavia. Tentu saja jumlah itu juga pas-pasan untuk dua bersaudara Aidit.

Apalagi ketika masa pendudukan Jepang tiba, pada 1942. Hubungan komunikasi antara Jakarta dan kota sekitarnya terputus total. Saat itu, dari rumah tumpangannya di Tanah Tinggi, Aidit menyaksikan ribuan orang berduyun-duyun menjarah gudang-gudang perkapalan di Pelabuhan Tanjung Priok. Dari pagi sampai sore, aneka jenis barang diangkut massa ke Pasar Senen, mulai dari ban mobil, mesin ketik, sampai gulungan kain bahan baju.

Kiriman uang dari Belitung macet. Untuk bertahan hidup, Achmad dan Murad mau tak mau harus mulai bekerja. Aidit lalu membuat biro pemasaran iklan dan langganan surat kabar bernama Antara. Lama-kelamaan, selain biro iklan, Antara juga berjualan buku dan majalah. Tatkala abangnya sibuk melayani pelanggan, Murad biasanya berjualan pin dan lencana bergambar wajah pahlawan seperti Kartini, Dr Soetomo, dan Diponegoro, di dekatnya.

Berdagang memang bukan pekerjaan baru untuk Aidit. Ketika masih tinggal di Belitung, setiap kali ada pertandingan sepak bola di Kampung Parit, Aidit selalu berjualan kerupuk dan nanas. "Untuk ditabung," Sobron berkisah dalam bukunya.

Tak puas dengan perkembangan usahanya, Aidit kemudian mengajak seorang kawan yang tinggal satu indekos dengannya, Mochtar, untuk berkongsi. Mochtar ini seorang penjahit yang punya toko lumayan besar di Pasar Baru. Karena lokasi usahanya yang strategis, toko Mochtar segera menjadi tempat mangkal para aktivis masa itu, seperti Adam Malik dan Chaerul Saleh. Otomatis, jaringan relasi Aidit meluas.

Ketika Mochtar menikah dan menyewa rumah sendiri di kawasan Kramat Pulo, Aidit dan Murad ikut pindah ke sana. Kondisi ini menguntungkan Aidit, karena Mochtar sering membiarkan kakak-beradik itu tidak membayar sewa. "Pakai saja untuk keperluan lain," katanya seperti ditirukan Murad. Tapi, kalau Mochtar sedang butuh duit, setoran uang sewa Murad akan dimasukkan ke kantong. Biasanya, kalau begitu, Aidit akan menggerutu. "Kamu sih, terlalu menyodor-nyodorkan uangnya, makanya dia terima," katanya memarahi Murad.

Namun situasi ekonomi yang terus memburuk membuat Aidit akhirnya angkat tangan. Murad diminta tinggal di sebuah asrama korban perang, sebelum dikirim pulang ke Belitung.

***

SITUASI politik Ibu Kota yang gegap-gempita sudah menarik minat Aidit sejak awal. Dia pertama-tama bergabung dengan Persatuan Timur Muda atau Pertimu. Pekumpulan ini dimotori Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), di bawah pimpinan Amir Syariffudin dan Dr Ahmad Kapau Gani. Dalam organisasi inilah persinggungan Aidit dengan politik makin menjadi-jadi. Hanya dalam waktu singkat, Aidit diangkat menjadi Ketua Umum Pertimu.

Di balik karier politiknya yang mulai menjulang, Aidit seperti mencoba mengibaskan bayang-bayang keluarga dan masa lalunya di Belitung. Ketika Murad berkali-kali meminta bantuan finansial, misalnya, Aidit selalu menolak. Suatu kali Aidit bahkan berujar bahwa persamaan di antara mereka hanyalah faktor kebetulan, karena dilahirkan dari ibu dan bapak yang sama. "Selebihnya, tak ada hubungan apa pun di antara kita," katanya.

Sekitar masa-masa itulah Achmad Aidit memutuskan berganti nama. Dia memilih memakai nama Dipa Nusantara-biasa disingkat D.N. Menurut adik-adiknya, pergantian nama itu lebih dipicu perhitungan politik Aidit. "Dia mulai membaca risiko," kata Murad. Sejak namanya berubah itu memang tak banyak orang yang tahu asal-usul Aidit. Dia sering disebut-sebut berdarah Minangkabau, dan D.N. di depan namanya adalah singkatan "Djafar Nawawi".

Proses perubahan nama itu juga tak mudah. Abdullah, ayah Aidit, tak bisa dengan segera menerima gagasan anaknya. Di depan anak-anaknya, Abdullah mengaku tidak bisa menerima rencana pergantian nama itu karena nama Achmad Aidit sudah kadung tercetak di slip gajinya sebagai putra sulung keluarga itu. Akan muncul banyak persoalan jika nama itu mendadak lenyap dari daftar keluarga.

Abdullah dan Aidit bersurat-suratan beberapa kali, sebelum akhirnya Abdullah menyerah. Ayah dan anak itu sepakat, nama D.N. Aidit baru akan dipakai jika sudah ada pengesahan dari notaris dan kantor Burgelijske Stand-atau catatan sipil. 


Sumber: http://www.goodreads.com/story/show/279167-dipa-nusantara-aidit-laporan-utama-majalah-tempo-edisi-oktober-2007?chapter=1